JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyampaikan bahwa di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan dan Layanan Psikologi yang sedang dibahas Komisi X DPR RI tidak mencantumkan hukuman pidana, namun hanya hukuman administrasi. Karena dalam penyusunan RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi ini jangan sampai bertubrukan dengan undang-undang lainnya.
“(UU) KUHP-lah yang memberikan sanksi pidana. Undang-undang lain memberikan sanksinya lebih kepada sanksi administrasi atau perdatanya. Supaya tidak bertubrukan dengan misalnya pelanggaran hukum, ya (melalui UU) KUHP, ” ungkap Dede Yusuf usai memimpin Komisi X DPR RI menggelar uji publik RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi di Universitas Airlangga Unair (UNAIR), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (27/5/2022).
“(Sanksi pidana) enggak usah dibahas di dalam undang-undang (Pendidikan dan Layanan Psikologi) kita. Tapi kalau pencabutan izin dan sebagainya itu boleh dibahas di dalam undang-undang profesi manapun juga, ” tandas politisi Partai Demokrat tersebut.
Senada, Anggota Komisi X DPR RI Nuroji mengatakan tidak semua undang-undang harus mencantumkan hukum pidana di dalamnya, seperti di dalam Undang-Undang Kebudayaan, Undang-Undang Perbukuan.
“Kita di DPR dan pemerintah menyadari pembuatan undang-undang ini juga tidak bisa memasukkan orang ke penjara semua. Ada beberapa pelanggaran yang sebetulnya tidak harus dihukum secara pidana, ” ujar Nuroji.
“Undang-undang profesi ini lebih kepada profesi, jadi dipentingkan pembinaannya bukan sanksi yang seperti criminal. Untuk membuat efek jera ini lebih kepada pembinaan jadi cukup sanksi administrasi. Misalkan Undang-Undang Perbukuan, penerbit yang melanggar undang-undang ya tidak harus dipenjara paling dicabut izinnya, izin penerbitnya dan izin usahanya. Jadi begitu pula filosofinya dalam hukum kita, Kemenkumham pun sepakat untuk tidak mencantumkan sanksi pidana, ” jelas politisi Partai Gerindra tersebut.
Seperti diketahui, ketentaun sanksi dalam Rancangan Undang-Undang Pendidikan dan Layanan Psikologi tertuang dalam BAB VIII tentang Saksi Administrasi Pasal 37 ayat 2 yakni saksi administrasi berupa teguran lisan; peringatan tertulis; denda administratif; dan/atau pencabutan izin. (skr/sf)