JAKARTA - Komisi XI DPR RI mengecam keras pernyataan guru besar sekaligus Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) yang menyinggung SARA dalam proses seleksi Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Pernyataan guru besar di laman media sosial tersebut menyinggung penggunaan ‘tudung kepala’ dan atribut keagamaan lainnya terhadap 12 mahasiswi yang diwawancarainya dalam beasiswa studi lanjut.
“Pernyataan tersebut sangat diskriminatif terhadap mahasiswa berjilbab. Dan tentunya ini sangat disayangkan karena ini muncul dari seorang rektor dan profesor yang notabenenya kaum berpendidikan, ” tegas Anggota Komisi XI DPR RI Illiza Sa’aduddin Djamal kepada awak media, Sabtu (30/4/2022).
Illiza menilai seharusnya seorang rektor mencerminkan mencerminkan sikap dan tindakan yang santun, serta wawasan keilmuan yang luas bukan justru memperlihatkan tindakan Xenophobia (ketakutan terhadap sesuatu yang asing). Ia menambahkan guru besar tersebut seakan dengan sengaja melakukan pembedaan berdasarkan ras, dan ini juga menimbulkan kebencian pada golongan tertentu.
"Pernyataan itu sudah memojokkan agama tertentu, karena diketahui bahwa agama yang memerintahkan untuk menutup kepala adalah agama Islam dan itu berani diungkapkan di negara yang mayoritas muslim, ” ujar Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPR RI ini.
Senada, Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menegaskan, semua beasiswa dari dana LPDP bersumber dari uang rakyat. Proses seleksi berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Ecky menilai pernyataan dari guru besar tersebut tergolong ujaran yang bersifat SARA dan pelecehan secara verbal terkait proses seleksi beasiswa. “Seluruh mahasiswa/i yang memenuhi syarat berhak mendapatkan beasiswa tersebut, termasuk yang memakai jilbab, kerudung atau tutup kepala, ” ujar Ecky, Sabtu (30/4/2022).
Ecky menegaskan pernyataan tersebut sangat menyakitkan umat Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan dan persatuan Indonesia. “Tidak selayaknya dan tidak ada tempat bagi orang yang punya pemikiran rasisme ikut terlibat dalam seleksi dan penetapan pemberian beasiswa yang didanai LPDP” tegas Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI ini.
Ecky menjelaskan triliunan dana beasiswa yang dikelola LPDP harus digunakan dalam rangka mencerdaskan rakyat indonesia. Maka harus ada afirmasi kepada mahasiswa/i daerah dan kurang mampu. Bukan semata-semata bagi mahasiswa/i yang pandai bahasa asing saja. “Saya minta Kemendikbud dan pihak LPDP harus melakukan evaluasi atasnya” tutupnya.
Diketahui, Organisasi LPDP bertanggung jawab langsung kepada Menteri Keuangan dan dibentuk melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.01/2011 tanggal 28 Desember 2011. Melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 18/KMK.05/2012 tanggal 30 Januari 2012, LPDP ditetapkan sebagai instansi pemerintah yang menerapkan pola keuangan Badan Layanan Umum. Sehingga, LPDP dan Kementerian Keuangan menjadi mitra kerja dari Komisi XI DPR RI. (rdn/sf)